JAKARTA (Pandu Laut) – Hadirnya Covid-19 memaksa manusia untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. Meski sulit namun satu-satunya jalan adalah berdamai dengan keadaan. Hal tersebut juga dialami oleh seorang desainer pakaian dari Yogyakarta, Leila Rouf dari Kaylila Lurik yang sempat beralih mendesain masker diawal Covid-19 menyerang.
“Dampak yang saya rasakan selama Covid-19 menyerang adalah penurunan omzet. Pembelian baju tidak seperti sebelumnya. Meski tetap ada orderan. Jika sebelumnya dalam sepekan omzet penjahit bisa mencapai Rp. 1000.000, sekarang paling hanya Rp. 500.000,” curhat Ela kepada Pandu Laut.
Di masa seperti ini, belanja sembako dianggap lebih penting daripada belanja baju, oleh karena itu, Ela mencari ide menjual barang yang laku. Kondisi sulit itu Ela akali dengan berjualan masker.
“Saya sudah lebih dulu menjual masker kain sebelum orang lain berjualan seperti sekarang. Pada waktu itu orang masih serius untuk mengejar masker medis. Produksi masker kain ini hanyalah cara saya agar penjahit tetap dapat uang. Itulah tujuan utama saya,” katanya.
Namun, lambat laun Ela berpikir, ternyata masker kain justru lebih ramah lingkungan. Tidak menambah sampah. Apalagi masker yang Ela buat bersumber dari limbah kain. Sama sekali tidak menggunakan kain baru, tapi memanfaatkan kain perca.
Karena terbuat dari kain lurik dan tenun, masker yang Ela jual termasuk menarik dan mencuri perhatian masyarakat. Apalagi yang jahit bukan penjahit konveksi, jadi lebih rapi.
“Sebenarnya kekuatan masker kain adalah bisa dipakai berulangkali, dan bisa menjadi kenang-kenangan bahwa masker ini saya beli saat Covid-19 melanda seluruh dunia,” kata Ela.
Namun, Ela tidak banyak memproduksi masker. Karena stok kain perca semakin sulit dia dapat. Masker produksi Ela harganya di atas rata-rata. Ela punya alasan sendiri kenapa memilih masker premium. Tujuannya biar gaji penjahitnya tetap lumayan.
"Saya tidak mau membayar sedikit. Gaji penjahit untuk satu masker Rp.13.000. Masker saya jual Rp.18.000. Jadi keuntungan di masker tidak ada karena memang semangatnya biar penjahit dapat pemasukan. Kalau saya menggaji Rp.500 untuk satu masker, jelas saya tidak tega,” pungkasnya.
Reporter: Yola Parede
Editor: Regina Safri
Comments