top of page
Gambar penulisPandu Laut Nusantara

Masyarakat Pesisir Gasan Resah, Hutan Mangrove Hilang Berganti Tambak Udang


Bekas saluran limbah tambak udang. Foto: Jaka Henra B/ Mongabay Indonesia

Masyarakat pesisir Nagari Gasan Gadang, Dusun Pasa, Desa Tanjung Pasia Penyu, Kecamatan Batang Gasan, Sumatera Barat, resah akibat hutan mangrove terus menghilang yang berganti dengan tambak udang.


Pengaruh tambak udang tersebut lambat laun mulai dirasakan oleh masyarakat, seperti pencemaran lingkungan, hingga berimbas ke laut, dan menurunnya perekonomian nelayan terkait minimnya hasil tangkapan mereka.


Langkah yang diambil masyarakat yaitu menanam kembali mangrove yang hilang. Hal tersebut sekaligus sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap hilangnya hutan mangrove yang berganti dengan tambak udang.


Adapun menurut masyarakat setempat, banyak manfaat dari hutan mangrove, seperti perairan menjadi bersih dan sehat sehingga tidak menutup kemungkinan beragam biota laut berdatangan, keberadaan hutan mangrove mampu memberikan kualitas udara bersih, dan mencegah terjadinya erosi dan abrasi pantai.


Fendi, nelayan Gasan mengatakan, 10 tahun lalu masyarakat sekali turun ke kawasan bakau bisa dapat lokan sekarung dua karung. “Sekarang, dapat paling karung kecil. Paling harganya Rp30.000. Itulah yang didapat ibu-ibu,” tuturnya.


Tidak hanya melaut, nelayan Gasan juga menggantungkan hidupnya dari hasil tangkapan ketam, langkitang atau lokan di sekitar hutan bakau.


Menurut Eli Murni, perempuan Nagari Gasan mengatakan, setelah ada tambak udang warga kesulitan mencari ketam atau lokan. “Banyak yang mati karena pengaruh tambak. Terus langkitang juga sulit mencarinya,” katanya.


Sementara Mulyadi menjelaskan, nelayan menduga, tambak udang yang menggerus mangrove berdampak pada pasokan ikan. “Sejak ada tambak di kampung kita ini usaha laut sangat payah. Biasanya, melaut berangkat subuh paling jarak 5-6 mil sudah balik. Kini, 10 mil belum tentu bawa ikan,” katanya.


Sementara itu, masyarakat nagari sebelah, Nagari Malai V Suku merasa keberatan atas pembukaan tambak udang lain di sekitar wilayah mereka, karena melihat dampaknya yang sangat merugikan masyarakat.


Tommy Adam, Kepala Departemen Advokasi dan Lingkungan Hidup Walhi Sumatera Barat mengatakan, berdasarkan peta mangrove 2021 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan luas mangrove di Sumbar 16.900 hektar.


“Masyarakat menolak tambak udang karena bisa sebabkan polusi udara, kesehatan masyarakat terancam, ekosistem mangrove rusak,” pungkas Tommy.


Selain itu, Walhi Sumbar mendesak pemerintah Padang Pariaman dan provinsi segera menertibkan seluruh tambak udang yang berdampak terhadap lingkungan hidup.


Sumber: Mongabay.

9 tampilan0 komentar

コメント


bottom of page